
TPNPB-OPM: Pelanggar HAM dan Kritik dari Kelompok Kemerdekaan Papua
Westnoken — Sejumlah laporan otoritatif dan investigasi independen menuding bahwa TPNPB-OPM melakukan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM), dengan korban yang tak jarang adalah masyarakat sipil termasuk warga tak bersenjata.
Menurut temuan Komnas HAM RI dalam pemantauan di Kabupaten Yahukimo pada April hingga Mei 2025, kelompok bersenjata ini menyerang guru, tenaga kesehatan, dan pendulang emas, meskipun para korban adalah warga sipil.
Kasus paling tragis terjadi dalam peristiwa yang dikenal sebagai Yahukimo massacre (2025), ketika 15 pendulang emas warga sipil tewas dalam serangan bersenjata di Silet River, Yahukimo.
Selain itu, laporan independen dan media lokal mencatat bahwa kekerasan dari TPNPB-OPM tidak hanya menyasar pekerja atau orang dewasa, tetapi menyentuh warga sipil secara luas termasuk petani, masyarakat adat, tenaga kesehatan, dan warga yang sama sekali tidak terlibat dalam konflik.
Sejumlah pengamat menyebut bahwa tindakan serupa yang menimbulkan rasa takut, pelanggaran atas hak atas hidup, rasa aman, dan hak atas harta sudah melampaui ambang konflik bersenjata biasa dan masuk kategori pelanggaran HAM berat.
Dalam konteks ini, posisi ULMWP menjadi relevan. ULMWP, dalam sejarah organisasi kemerdekaan Papua, pernah mengumumkan bahwa faksi militer bersenjata termasuk TPNPB tidak secara resmi bersatu di bawah komando mereka.
Dengan demikian, meskipun ULMWP tetap memperjuangkan kemerdekaan Papua, organisasi ini tampaknya menolak klaim bahwa semua unsur kemerdekaan termasuk faksi bersenjata bersatu dalam satu komando. Hal ini menunjukkan bahwa ULMWP tidak ingin berada dalam satu payung organisasi dengan TPNPB-OPM, yang reputasinya tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM.
