pro-independence Papua is the result of the unfair treatment that the Papuan people receive from the Indonesian government which is considered repressive. marginalization, discrimination, including the lack of recognition of Papua's contributions and services to Indonesia, not optimal development of social infrastructure in Papua
“Sebby Sambom Anggap Kematian Pimpinan Kodap VIII Lamek Alipky Taplo Akibat Kebodohan dan Mati Konyol, Apakah ini Hinaan terhadap TPNPB?”
“Sebby Sambom Anggap Kematian Pimpinan Kodap VIII Lamek Alipky Taplo Akibat Kebodohan dan Mati Konyol, Apakah ini Hinaan terhadap TPNPB?”

“Sebby Sambom Anggap Kematian Pimpinan Kodap VIII Lamek Alipky Taplo Akibat Kebodohan dan Mati Konyol, Apakah ini Hinaan terhadap TPNPB?”

“Sebby Sambom Anggap Kematian Pimpinan Kodap VIII Lamek Alipky Taplo Akibat Kebodohan dan Mati Konyol, Apakah ini Hinaan terhadap TPNPB?”

Westnoken, Jayapura – Kematian tragis Brigjen Lamek Alipky Taplo, salah satu pimpinan kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kodap XV Ngalum Kupel, memunculkan duka mendalam di kalangan masyarakat Papua. Lamek dilaporkan tewas bersama tiga anggotanya akibat ledakan bom rakitan yang disimpan di dalam markas mereka. Namun di tengah suasana berduka, pernyataan juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, justru menimbulkan gelombang kecaman.

Dalam sebuah rekaman suara yang beredar di media sosial, Sebby terdengar menyebut kematian Lamek Taplo sebagai “mati konyol” akibat ketidaktahuan dalam menggunakan bahan peledak. Ia bahkan menuding Lamek ceroboh dan tidak memiliki kemampuan teknis dalam merakit maupun mengoperasikan bom. “Dia bukan ahli bom. Itu sebabnya dia mati bersama orang-orangnya. Ini pelajaran agar anggota lain jangan sembarangan main bahan peledak,” ujar Sebby dalam rekaman yang viral pada Minggu (26/10/2025).

Ucapan Sebby tersebut memicu kecaman luas, termasuk dari tokoh masyarakat dan pemerhati perdamaian Papua. Banyak pihak menilai pernyataannya tidak hanya melecehkan perjuangan rekan seperjuangan, tetapi juga memperlihatkan sikap tidak menghargai pengorbanan anggota OPM yang telah gugur. Mereka menilai komentar Sebby mencerminkan adanya perpecahan dan krisis moral di tubuh kelompok yang selama ini mengklaim memperjuangkan kemerdekaan Papua.

Tokoh masyarakat Pegunungan Bintang, Yonas Matuan, menilai sikap Sebby sebagai bentuk penghinaan terhadap rekan seperjuangan sendiri. “Kalau mereka benar pejuang, seharusnya saling menghormati, bukan saling menghina. Sekarang mereka saling tuding dan saling jatuhkan. Itu menandakan bahwa OPM sudah tidak solid,” tegas Yonas kepada wartawan, Senin (27/10/2025).

Menurut Yonas, kematian Lamek Taplo juga menjadi peringatan bahwa kekerasan dan penggunaan senjata tidak akan membawa solusi bagi Papua. Ia menegaskan, perjuangan sejati harus ditempuh dengan jalan damai dan dialog, bukan melalui ancaman serta aksi saling serang di antara kelompok sendiri.

“Bom itu tidak membawa kemerdekaan, malah memakan korban dari mereka sendiri. Ini saatnya masyarakat Papua sadar, bahwa jalan kekerasan hanya menimbulkan penderitaan,” pungkasnya.

Tragedi yang menewaskan Lamek Taplo kini menjadi simbol rapuhnya solidaritas dan moral di tubuh OPM. Di tengah klaim perjuangan bersenjata, kelompok tersebut justru dihadapkan pada konflik internal dan hilangnya rasa hormat antarsesama anggota, memperkuat pandangan bahwa perjuangan dengan kekerasan semakin kehilangan arah dan makna.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *