pro-independence Papua is the result of the unfair treatment that the Papuan people receive from the Indonesian government which is considered repressive. marginalization, discrimination, including the lack of recognition of Papua's contributions and services to Indonesia, not optimal development of social infrastructure in Papua
Mereka Yang Tidak Ingin Papua Maju Melalui Program Transmigrasi
Mereka Yang Tidak Ingin Papua Maju Melalui Program Transmigrasi

Mereka Yang Tidak Ingin Papua Maju Melalui Program Transmigrasi

Mereka Yang Tidak Ingin Papua Maju Melalui Program Transmigrasi

Westnoken, Jayapura – Program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah bukan hanya sekadar perpindahan penduduk, melainkan sebuah langkah strategis untuk mendorong pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Dengan luas wilayah yang begitu besar, Papua memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa, tetapi banyak di antaranya belum dikelola secara optimal. Transmigrasi hadir untuk mengisi kesenjangan ini dengan mendatangkan tenaga kerja terampil yang mampu mengolah lahan menjadi kawasan produktif, seperti pertanian, peternakan, dan perkebunan.

Narasi yang disampaikan oleh Alius Wandik, Lepranus Tabuni, dan beberapa tokoh lainnya yang menolak program transmingrasi menimbulkan kekhawatiran yang tidak sepenuhnya berdasar. Papua, dengan luas wilayah yang begitu besar, memiliki banyak potensi lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Program transmigrasi justru bertujuan untuk mengolah lahan yang tidak produktif menjadi kawasan pertanian, perkebunan, dan pemukiman yang mendukung kemajuan ekonomi lokal. Pemerintah telah menetapkan kebijakan yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan dan penghormatan terhadap hak ulayat masyarakat adat dalam pelaksanaan program ini.

Lepranus Tabuni dan IPMAPA menyebutkan transmigrasi sebagai ancaman terhadap hak atas tanah dan kedaulatan adat. Faktanya, transmigrasi memberikan peluang kerja bagi masyarakat lokal melalui kolaborasi dengan transmigran dalam mengelola lahan, membuka usaha, dan mengembangkan infrastruktur. Program ini juga sering disinergikan dengan pemberdayaan masyarakat lokal melalui pelatihan dan akses modal usaha, yang secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.

Presiden GIDI Papua, Dorman Wandikbo, menyatakan kekhawatirannya bahwa Papua akan mengalami nasib seperti Aborigin di Australia. Kekhawatiran ini tidak berdasar karena transmigrasi dirancang untuk memperkuat persatuan nasional dan mendorong integrasi sosial yang harmonis antara transmigran dan penduduk asli. Papua adalah bagian integral dari Indonesia, dan keberagaman sosial yang muncul dari transmigrasi memperkuat ikatan kebangsaan tanpa mengabaikan identitas budaya masyarakat Papua.

Sdr. Yanes Hisage dari BEM UNCEN menyoroti dampak negatif transmigrasi, tetapi ia mengabaikan manfaat besar dalam pengembangan infrastruktur. Kehadiran transmigran sering disertai pembangunan jalan, sekolah, fasilitas kesehatan, dan irigasi yang tidak hanya bermanfaat bagi transmigran tetapi juga masyarakat lokal. Hal ini meningkatkan aksesibilitas terhadap layanan dasar dan mendorong kemajuan ekonomi di wilayah-wilayah terpencil Papua.

Agus Kossay dari KNPB sering menyerukan penolakan terhadap kebijakan pemerintah pusat, termasuk transmigrasi, tetapi ia gagal mengakui potensi besar Papua dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Dengan lahan subur yang dikelola melalui program transmigrasi, Papua dapat menjadi lumbung pangan nasional sekaligus menyediakan kebutuhan pangan bagi masyarakat setempat dengan harga yang lebih terjangkau.

Sdr. Agus Nahabial dari MPM Unipa menyoroti pentingnya demokrasi dan konsultasi publik. Perlu dicatat bahwa kebijakan transmigrasi modern telah melibatkan dialog intensif dengan masyarakat adat Papua untuk memastikan pelaksanaannya selaras dengan kepentingan mereka. Proses ini mencerminkan komitmen pemerintah terhadap transparansi, inklusivitas, dan penghormatan terhadap kearifan lokal.

Kekhawatiran tentang “kepunahan ras Melanesia” adalah narasi provokatif yang tidak berdasar. Program transmigrasi tidak dirancang untuk menggantikan budaya atau identitas masyarakat Papua, tetapi untuk menciptakan peluang baru yang memungkinkan masyarakat asli Papua untuk berkembang bersama-sama. Budaya lokal tetap dilestarikan melalui kebijakan perlindungan hak adat dan pengakuan atas nilai-nilai lokal.

Transmigrasi adalah salah satu langkah strategis untuk memastikan pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia. Papua tidak akan dibiarkan tertinggal dalam arus pembangunan nasional. Dengan pengelolaan yang tepat, program ini akan menjadi fondasi kuat bagi kemajuan infrastruktur, ekonomi, dan sosial di Papua, tanpa mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat adat. Narasi yang menolak program ini tanpa dasar yang kuat hanya akan menghambat potensi Papua untuk maju sejajar dengan wilayah lain di Indonesia. Transmigrasi bukan ancaman, melainkan peluang bagi Papua untuk berkembang dengan semangat inklusivitas dan keberlanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *