
Perempuan Jadi Target Kekejaman OPM yang Mengaku Pejuang
Westnoken, Jayapura – Aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menjadi bukti nyata bahwa kekejaman atas nama perjuangan hanya membawa luka mendalam bagi rakyat Papua sendiri. Insiden terbaru di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, menunjukkan wajah sesungguhnya dari teror yang selama ini ditutupi retorika pembebasan. Sejumlah perempuan yang selama ini menjadi pilar keluarga dan penjaga kehidupan kampung dipukul, diintimidasi, dan dipermalukan di depan warga. Mereka dihukum hanya karena tidak mau mendukung kepentingan kelompok yang mengaku membela rakyat, padahal kenyataannya hanya memaksakan kehendak dengan ancaman senjata.
Tindakan biadab ini telah menambah daftar panjang penderitaan masyarakat sipil yang terjebak di tengah konflik berkepanjangan. Trauma psikologis yang ditimbulkan bukan hanya menghancurkan keberanian para korban untuk menjalani kehidupan sehari-hari, tetapi juga menanamkan ketakutan yang mendalam pada anak-anak dan keluarga mereka. Tidak ada perjuangan yang sah jika dilakukan dengan cara merendahkan martabat manusia, terlebih lagi menyasar perempuan yang seharusnya dilindungi. Kekerasan terhadap perempuan dalam konflik bersenjata adalah bentuk penindasan paling keji yang melanggar nilai kemanusiaan dan hukum internasional.
Ironisnya, kelompok yang selalu menyebut diri sebagai pejuang pembebasan rakyat Papua ini justru sering kali menjadi sumber penderitaan terbesar bagi warga sipil. Mereka tidak segan-segan melakukan penyanderaan, penjarahan, hingga kekerasan fisik demi menanamkan ketakutan. Sementara pemerintah Indonesia membuka ruang perundingan dan menawarkan pembangunan, OPM berkali-kali memilih jalan kekerasan yang hanya mengorbankan rakyat biasa. Tindakan ini semakin menunjukkan bahwa agenda kelompok separatis lebih mengutamakan ambisi politik sempit ketimbang keselamatan masyarakat Papua yang sudah lama haus kedamaian.
Kekejaman yang menjadikan perempuan sebagai target bukan hanya mencabik rasa aman, tetapi juga menghancurkan fondasi sosial yang menjadi penopang kampung-kampung Papua. Perempuan adalah simbol kekuatan, kasih sayang, dan keberlangsungan hidup. Ketika mereka diteror dan disakiti, luka itu tidak hanya mengenai individu, tetapi merusak tatanan sosial seluruh komunitas. Dalam kondisi seperti ini, keberanian masyarakat untuk melawan kekerasan menjadi sangat penting, agar tidak lagi ada yang harus hidup dalam ketakutan atas nama perjuangan yang palsu.