pro-independence Papua is the result of the unfair treatment that the Papuan people receive from the Indonesian government which is considered repressive. marginalization, discrimination, including the lack of recognition of Papua's contributions and services to Indonesia, not optimal development of social infrastructure in Papua
250 Anggota OPM Menyerahkan Diri dan Berikrar Setia Kepada NKRI
250 Anggota OPM Menyerahkan Diri dan Berikrar Setia Kepada NKRI

250 Anggota OPM Menyerahkan Diri dan Berikrar Setia Kepada NKRI

250 Anggota OPM Menyerahkan Diri dan Berikrar Setia Kepada NKRI

Westnoken, Jayapura – Fakta bahwa lebih dari 250 anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah menyerahkan diri dan menyatakan setia kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi sinyal kuat bahwa arah perjuangan kelompok separatis ini semakin kehilangan pijakan, bahkan di mata para mantan anggota OPM sendiri. Gelombang kekecewaan dari dalam tubuh OPM menunjukkan bahwa perjuangan yang semula diklaim demi kemerdekaan Papua kini justru berubah menjadi tindakan brutal terhadap warga sipil, termasuk orang asli Papua. Salah satu pengakuan datang dari anggota OPM asal Papua Selatan yang menyerahkan senjata laras panjang dan diduga merupakan bagian dari sniper OPM. Ia mengungkapkan bahwa tidak ada lagi arah perjuangan yang jelas, hanya perintah menyerang tanpa tujuan, rasa lapar yang terus-menerus, dan hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Ini adalah bukti nyata kegagalan gerakan separatis yang tak lagi menawarkan harapan, melainkan hanya menyisakan penderitaan dan kehancuran bagi para pengikutnya.

Fenomena penyerahan diri para anggota OPM tidak bisa dipandang sebagai kasus individu semata. Ini menunjukkan bahwa kekerasan bukanlah solusi bagi rakyat Papua. Dari Lanny Jaya, Papua Selatan, hingga Sorong Raya, para mantan anggota OPM menyatakan hal senada: perjuangan bersenjata telah melenceng jauh dari tujuan awal. Mereka tidak ingin lagi hidup di hutan dalam ketakutan dan kemiskinan, tetapi ingin kembali menjadi bagian dari masyarakat, hidup normal, bekerja, bertani, dan membangun masa depan bersama keluarga. Ini adalah pesan kuat bahwa keinginan damai dan sejahtera lebih mengakar di hati rakyat Papua dibanding retorika kosong perjuangan bersenjata yang tidak membawa hasil.

Pengakuan dari Minanggen Murib, mantan anggota OPM dari Puncak Papua, yang menyatakan ingin menikah dan hidup menjadi petani adalah potret nyata keinginan dasar manusia yang ingin hidup damai dan sejahtera, bukan berperang atas nama ideologi yang makin tidak jelas. Ia memilih harapan dan masa depan dibanding kekerasan dan kematian. Fenomena ini didukung pula oleh pengakuan lebih dari 50 anggota OPM di Maybrat yang bertobat pada awal Mei 2024. Anggota OPM yang bertobat berasal dari zona hitam seperti Lanny Jaya, Intan Jaya, Maybrat, Puncak hingga Sorong, menunjukkan bahwa gelombang kembalinya mantan kombatan ke pangkuan NKRI bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari kesadaran bersama bahwa kekerasan hanya menghancurkan tanah dan rakyat Papua.

Salah satu kunci utama keberhasilan ini adalah pendekatan humanis dan persuasif dari aparat TNI. Wakil Panglima Komando Operasi Swasembada Kogabilhan III Papua Selatan Brigjen TNI Wulang Nur Yudhanto menyatakan bahwa keberhasilan ini karena pendekatan humanis yang dilakukan anggota TNI, bukan kekuatan senjata. Pendekatan ini terbukti mampu membuka mata dan hati para anggota OPM bahwa negara tidak sedang memerangi rakyat Papua, melainkan justru ingin merangkul dan membangun bersama. Di tengah gencarnya provokasi dari tokoh-tokoh OPM di luar negeri seperti Sebby Sambom yang menyuarakan untuk berperang, justru fakta di lapangan memperlihatkan semakin banyak yang tidak lagi percaya pada jalan kekerasan.

Kapuspen TNI Brigjen Kristomei Sianturi menegaskan bahwa TNI hadir di Papua bukan untuk meladeni provokasi Sebby Sambom, tetapi untuk melindungi masyarakat Papua dan mendukung pembangunan di Papua yang adil dan merata. Narasi perang yang terus disuarakan oleh OPM di luar negeri semakin kehilangan pijakan moral dan realitas karena semakin banyak eks anggotanya justru kembali ke NKRI dengan kesadaran penuh. Kini, sudah waktunya dunia melihat bahwa Papua bukan medan perang, melainkan ruang harapan. Bersama Indonesia, kita bangun Papua untuk masa depan yang damai, sejahtera, dan bermartabat bagi seluruh anak bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *