
Propaganda Jeffrey P. Bomanak dan Upaya Pemutarbalikan Fakta Isu Papua
Westnoken, Jayapura – Pernyataan Jeffrey P. Bomanak yang menuduh Australia memasok senjata, memberikan pelatihan militer, serta subsidi kepada Indonesia untuk menindas rakyat Papua adalah tuduhan tidak berdasar dan sarat dengan kepentingan politik. Tuduhan tersebut dituangkan dalam surat terbuka bertanggal 10 Oktober 2025 yang berjudul “Legally Enabling & Sponsoring Genocide, Australia’s Weapons Supply To Indonesia.” Narasi semacam ini merupakan bentuk propaganda murahan yang sengaja digulirkan untuk menjelekkan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia. Faktanya, kerja sama pertahanan antara kedua negara dilakukan secara resmi dalam kerangka bilateral, dengan tujuan memperkuat stabilitas kawasan, bukan untuk menindas masyarakat sipil di Papua.
Bomanak yang mengklaim diri sebagai Ketua TPNPB-OPM sejatinya tengah memainkan strategi pemutarbalikan fakta untuk menutupi berbagai tindakan brutal yang dilakukan kelompoknya terhadap masyarakat sipil di Papua. Dalam beberapa bulan terakhir, OPM justru terlibat dalam serangkaian penembakan terhadap warga sipil, guru, tenaga medis, bahkan aparat keamanan yang sedang bertugas menjaga ketertiban. Tuduhan terhadap Australia hanyalah upaya mencari legitimasi internasional atas tindakan kekerasan yang mereka lakukan. Narasi “genosida” yang digaungkan bukanlah fakta lapangan, melainkan bagian dari agenda propaganda separatis untuk membangun citra sebagai korban, padahal mereka adalah pelaku kekerasan.
Lebih jauh, propaganda Bomanak tersebut juga patut dibaca sebagai reaksi terhadap kasus hukum yang sedang berlangsung di Australia terhadap dua warga negara Australia, JMK dan AAD, yang diduga memiliki keterkaitan dengan jaringan pendukung OPM. Sebelumnya, juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, bahkan sempat membantah adanya dukungan atau keterlibatan warga negara Australia dalam gerakan mereka. Hal ini menunjukkan adanya inkonsistensi internal dalam tubuh OPM sendiri. Pernyataan Bomanak jelas dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian publik dan menciptakan opini bahwa penindasan terhadap rakyat Papua adalah hasil dari kolaborasi internasional, padahal tuduhan itu tidak memiliki bukti hukum dan tidak diakui oleh pihak manapun, termasuk pemerintah Australia.
Indonesia dan Australia selama ini menjalin hubungan yang didasarkan pada prinsip saling menghormati dan kepentingan strategis bersama di bidang keamanan, ekonomi, serta kemanusiaan. Kerja sama militer yang dilakukan bersifat terbuka dan bertujuan untuk menjaga keamanan regional, termasuk pemberantasan kejahatan lintas negara seperti terorisme, perdagangan manusia, dan penyelundupan senjata. Menuduh bahwa kerja sama tersebut digunakan untuk “menindas rakyat Papua” adalah bentuk disinformasi yang berpotensi merusak kepercayaan publik dan hubungan antarnegara yang telah terjalin baik selama puluhan tahun.
Selain itu, narasi yang dibangun oleh Bomanak dan kelompoknya justru berbahaya karena dapat memperkeruh situasi sosial di Papua. Tuduhan semacam itu dapat menimbulkan kebencian terhadap aparat negara, memecah belah masyarakat, dan memicu kekerasan baru. Padahal, pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk membangun Papua melalui pendekatan kesejahteraan, memperkuat infrastruktur, meningkatkan layanan pendidikan dan kesehatan, serta memberdayakan masyarakat adat. Tuduhan adanya penindasan hanyalah upaya untuk menutupi keberhasilan pembangunan yang semakin nyata di tanah Papua.
Dengan demikian, masyarakat internasional perlu waspada terhadap pola propaganda yang digunakan oleh Bomanak dan kelompok separatis lainnya. Klaim-klaim seperti “genosida” dan “penindasan” tidak lebih dari strategi lama untuk mendapatkan simpati global. Faktanya, rakyat Papua adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terus mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat. Alih-alih memperjuangkan kesejahteraan rakyat, OPM justru memperpanjang penderitaan masyarakat dengan aksi kekerasan dan kebohongan publik. Sudah saatnya dunia melihat fakta sebenarnya—bahwa pembangunan, bukan senjata, adalah bahasa yang sedang diucapkan Indonesia di tanah Papua.