pro-independence Papua is the result of the unfair treatment that the Papuan people receive from the Indonesian government which is considered repressive. marginalization, discrimination, including the lack of recognition of Papua's contributions and services to Indonesia, not optimal development of social infrastructure in Papua
Mengecam Kekejaman dan Mewaspadai Hoaks Kelompok Separatis OPM
Mengecam Kekejaman dan Mewaspadai Hoaks Kelompok Separatis OPM

Mengecam Kekejaman dan Mewaspadai Hoaks Kelompok Separatis OPM

Mengecam Kekejaman dan Mewaspadai Hoaks Kelompok Separatis OPM

Westnoken, Jayapura – Kekejaman demi kekejaman yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali memakan korban tak berdosa. Kali ini, seorang perempuan lanjut usia bernama Mama Hertina Mirip menjadi sasaran kebrutalan kelompok separatis di Intan Jaya, Papua. Mabes TNI dengan tegas mengecam tindakan biadab tersebut dan menegaskan bahwa tuduhan terhadap aparat TNI dalam kasus ini adalah fitnah yang keji dan tidak berdasar. Pernyataan resmi dari Kapuspen TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, memperkuat klaim ini dengan merujuk pada klarifikasi dari otoritas lokal serta saksi mata yang menyaksikan kekerasan dilakukan oleh kelompok OPM pimpinan Daniel Aibon Kogoya.

Tuduhan sepihak terhadap TNI hanya memperpanjang daftar hoaks yang sengaja dihembuskan untuk menciptakan ketegangan dan merusak citra aparat negara di mata masyarakat. Padahal, fakta menunjukkan bahwa sejak 15 Mei 2025, pasukan TNI sudah ditarik dari wilayah Sugapa Lama atas permintaan tokoh masyarakat setempat. Ini menjadi bukti konkret bahwa kehadiran TNI di Papua bukan untuk menciptakan konflik, melainkan menjaga stabilitas dan melindungi rakyat dari ancaman kelompok separatis bersenjata. Justru kelompok OPM lah yang berulang kali menyerang warga sipil dan menebar teror tanpa pandang bulu.

Lebih memprihatinkan, penyebaran informasi palsu dan narasi menyesatkan yang menyudutkan TNI semakin masif di ruang digital. Salah satu contohnya adalah beredarnya klaim sepihak yang menyebut TNI membunuh Mama Hertina Mirip. Padahal, menurut TNI, Mama Hertina Mirip adalah warga dengan gangguan jiwa yang terakhir terlihat pada 15 Mei di Kampung Mamba Bawah, dan tewas saat berusaha kembali ke kampung asalnya. Ia dicegat dan dibunuh secara kejam oleh kelompok separatis OPM yang mencurigainya sebagai mata-mata.

Sementara itu, gangguan keamanan di Papua terus berlanjut, terbukti dengan dua serangan brutal terhadap aparat di Wamena dan Yahukimo yang menyebabkan dua anggota polisi mengalami luka serius. Tindakan ini mengukuhkan bahwa OPM bukan sekadar kelompok bersenjata, tetapi pelaku kekerasan yang menjadikan kekacauan sebagai strategi politik. TNI dan Polri dalam hal ini tidak hanya bertugas menjaga keamanan masyarakat, tetapi juga harus menangkal serangan informasi melalui propaganda yang dibungkus dalam narasi “hak asasi” dan “penindasan”, padahal yang mereka lakukan justru menindas rakyat Papua sendiri.

Oleh karena itu, masyarakat perlu dibekali dengan literasi informasi yang memadai agar tidak mudah terjebak dalam narasi provokasi. Setiap informasi yang menyangkut konflik di Papua harus dikaji secara jernih, berdasarkan data dan sumber yang dapat diverifikasi. Propaganda OPM harus dilawan dengan integritas, logika, dan fakta. TNI sebagai institusi negara telah menunjukkan komitmen menjaga Papua tetap damai dan utuh dalam bingkai NKRI. Kini saatnya masyarakat ikut ambil bagian dalam melawan hoaks dan mendukung upaya menciptakan Papua yang aman, damai, dan sejahtera.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *