pro-independence Papua is the result of the unfair treatment that the Papuan people receive from the Indonesian government which is considered repressive. marginalization, discrimination, including the lack of recognition of Papua's contributions and services to Indonesia, not optimal development of social infrastructure in Papua
Lewis Prai Wellip Sebarkan Propaganda Lama demi Simpati Internasional
Lewis Prai Wellip Sebarkan Propaganda Lama demi Simpati Internasional

Lewis Prai Wellip Sebarkan Propaganda Lama demi Simpati Internasional

Lewis Prai Wellip Sebarkan Propaganda Lama demi Simpati Internasional

Westnoken, Jayapura – Pernyataan Lewis Prai Wellip (TPNPB-OPM di Australia) pada 11 April 2025, yang menuduh adanya peningkatan operasi militer Indonesia di Papua sejak 9 April 2025, merupakan propaganda lama yang terus didaur ulang untuk meraih simpati dunia internasional. Tuduhan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan bersifat provokatif. Pemerintah Indonesia, melalui aparat keamanan, melaksanakan operasi dengan tujuan utama menjaga stabilitas dan keamanan di wilayah-wilayah yang rawan gangguan dari kelompok separatis bersenjata. Operasi ini dilakukan secara terukur dan berlandaskan hukum demi melindungi masyarakat sipil dari ancaman kekerasan yang kerap dilakukan oleh TPNPB-OPM.

Klaim mengenai tindakan represif terhadap mahasiswa Universita Papua (UNIPA) pada 10 April 2025 juga perlu ditinjau dengan objektivitas. Aksi unjuk rasa memang dijamin oleh konstitusi, namun ketika aksi tersebut disusupi oleh provokator dan berujung pada kekacauan, aparat keamanan memiliki kewajiban untuk bertindak demi menjaga ketertiban umum. Mahasiswa seharusnya menjadi agen perubahan yang mengedepankan nilai-nilai damai dan intelektual, bukan menjadi alat bagi kelompok separatis yang memanfaatkan mereka untuk menyebarkan narasi kebencian terhadap negara. Tuduhan represif yang dilontarkan hanya merupakan narasi sepihak yang berusaha mengalihkan perhatian dari agenda separatisme yang merusak kampus.

Narasi mengenai “ancaman kemanusiaan” akibat pengerahan militer Indonesia secara besar-besaran di Papua juga tidak mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Kehadiran aparat keamanan di daerah rawan konflik justru bertujuan untuk melindungi warga sipil dari kekerasan dan teror yang dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata. Tindak kekerasan seperti pembakaran sekolah, pembunuhan terhadap guru dan tenaga kesehatan, serta intimidasi terhadap masyarakat sipil yang dilakukan oleh TPNPB-OPM sering kali dibiarkan begitu saja oleh para propagandis seperti Lewis Prai Wellip. Tindakan aparat keamanan adalah reaksi yang sah demi menjaga kedaulatan negara dan keselamatan rakyat.

Ironisnya, tokoh-tokoh seperti Lewis yang tinggal nyaman di luar negeri, kerap menyebarkan informasi yang tidak akurat dan tendensius tanpa pernah merasakan langsung situasi di Papua. Mereka hidup jauh dari konflik, namun terus mengobarkan perpecahan dengan narasi yang menyesatkan. Sementara masyarakat Papua di dalam negeri menginginkan pembangunan, kedamaian, dan kesempatan yang lebih baik, kelompok separatis seperti TPNPB-OPM justru terus memaksakan konflik untuk memenuhi ambisi politik yang tidak mendapat dukungan luas dari masyarakat Papua.

Sudah saatnya masyarakat internasional tidak lagi terjebak dalam narasi provokasi yang dikembangkan oleh aktor separatis seperti Lewis Prai Wellip. Dunia harus menyadari bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen membangun Papua secara inklusif, melalui pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan pelayanan kesehatan. Keamanan adalah prasyarat utama bagi semua upaya pembangunan tersebut, dan aparat negara hadir bukan untuk menindas, melainkan untuk menjamin bahwa masyarakat Papua dapat hidup aman dan sejahtera di tanah mereka sendiri, jauh dari ancaman kelompok separatis yang menggunakan kekerasan sebagai alat perjuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *