
Provokasi Delegasi Diaspora Aceh, maluku dan Papua pada Forum Permanen PBB tentang Isu Pribumi
Westnoken, Jayapura – Markas besar PBB di New York sekali lagi menjadi tuan rumah Forum Permanen PBB tentang Isu Pribumi (UNPFII), yang berlangsung dari 21 April hingga 2 Mei 2025. Forum tahun ini berpusat pada tema “Implementing the UN Declaration on the Hak-hak Masyarakat Adat. ” Ini berfungsi sebagai platform penting bagi masyarakat adat di seluruh dunia untuk mengekspresikan aspirasi mereka, mendiskusikan tantangan, dan mendukung hak-hak mereka dalam kerangka hukum dan kebijakan internasional. Acara forum ini memang bisa dihadiri oleh semua orang termasuk warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri. Partisipasi oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan delegasi diaspora Aceh, Papua, dan Maluku hadir dalam acara tersebut namun bukan mewakili negara Indonesia. Delegasi diaspora adalah suatu kelompok atau tim yang mewakili diaspora, yaitu individu atau kelompok yang tinggal di luar negara asal mereka, dalam suatu acara, kegiatan, atau pertemuan tertentu (kenyataan orang-orang dalam kelompok ini tidak mewakili suatu masyarakat apalagi negara tapi anya mewakili kepentingan pribadi/ individu).
Dalam konteks global yang semakin terhubung, isu-isu terkait pribumi dan hak-hak masyarakat adat sering kali mendapatkan perhatian di forum internasional, termasuk di PBB. Baru-baru ini, provokasi yang muncul dari delegasi diaspora Aceh, Maluku, dan Papua dalam forum permanen PBB telah menimbulkan keprihatinan, terutama terkait dengan narasi yang bisa memicu ketegangan dan perpecahan di Indonesia. Provokasi yang dilakukan oleh delegasi tersebut sering kali berfokus pada klaim hak dan penegasan identitas yang dapat dianggap sebagai pengabaian terhadap nilai-nilai persatuan yang telah lama dipegang oleh bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa setiap provokasi berpotensi menciptakan ketidakpahaman dan konflik sosial, terutama di tengah keragaman yang ada di tanah air.
Sebagai bangsa yang mengedepankan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, kita harus melawan provokasi tersebut dengan narasi yang lebih konstruktif. Narasi ini harus menekankan pentingnya dialog, kerja sama, dan integrasi sosial antar etnis dan daerah. Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi, dan keberagaman ini adalah kekuatan, bukan sumber perpecahan. Dalam menghadapi provokasi, kita harus menyampaikan pesan persatuan yang jelas kepada komunitas internasional. Penting untuk menegaskan bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk melindungi hak-hak masyarakat pribumi dalam kerangka hukum dan konstitusi yang berlaku. Kita perlu menunjukkan bahwa pemerintah dan masyarakat berkomitmen untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua, tanpa memandang suku atau daerah asal. Pada tingkat diplomasi, delegasi Indonesia di PBB harus aktif dalam memberikan klarifikasi dan informasi yang akurat mengenai situasi di Aceh, Maluku, dan Papua. Dengan pendekatan yang transparan dan berbasis data, kita dapat mengatasi mispersepsi dan menegaskan posisi Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keberagaman.
Melawan provokasi yang muncul dari delegasi diaspora Aceh, Maluku, dan Papua di forum permanen PBB adalah tantangan yang memerlukan pendekatan yang bijaksana dan strategis. Dengan membangun narasi persatuan dan dialog, serta menyampaikan pesan yang jelas tentang komitmen kita terhadap hak-hak masyarakat pribumi, kita dapat memastikan bahwa Indonesia tetap solid dan bersatu meskipun dalam keragaman yang ada. Mari kita jaga persatuan dan kesatuan bangsa demi masa depan yang lebih baik.