pro-independence Papua is the result of the unfair treatment that the Papuan people receive from the Indonesian government which is considered repressive. marginalization, discrimination, including the lack of recognition of Papua's contributions and services to Indonesia, not optimal development of social infrastructure in Papua
KASUS WARGA AUSTRALIA PASOK SENJATA KE OPM: PEMERINTAH INDONESIA TEGASKAN SIKAP TEGAS JAGA KEDAULATAN
KASUS WARGA AUSTRALIA PASOK SENJATA KE OPM: PEMERINTAH INDONESIA TEGASKAN SIKAP TEGAS JAGA KEDAULATAN

KASUS WARGA AUSTRALIA PASOK SENJATA KE OPM: PEMERINTAH INDONESIA TEGASKAN SIKAP TEGAS JAGA KEDAULATAN

KASUS WARGA AUSTRALIA PASOK SENJATA KE OPM: PEMERINTAH INDONESIA TEGASKAN SIKAP TEGAS JAGA KEDAULATAN

Westnoken, Jakarta, September 2025 – Kasus keterlibatan dua warga negara Australia dalam penyelundupan senjata ke kelompok bersenjata Papua, TPNPB-OPM, menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia. Kasus ini terungkap sejak November 2024, ketika aparat keamanan Australia melakukan penggerebekan di New South Wales dan Queensland. Dalam operasi itu, polisi federal Australia menemukan bukti kuat berupa dokumen transaksi senjata api, amunisi, hingga peralatan militer yang akan dikirimkan secara ilegal ke Papua. Kedua tersangka, pria berusia 64 tahun dari New South Wales dan pria 44 tahun dari Queensland, resmi didakwa pada September 2025, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara di Australia.

Kementerian Pertahanan RI merespons cepat isu ini. Dalam keterangan resmi yang dikutip dari media nasional, Kemhan menyatakan bahwa pemerintah menghormati proses hukum di Australia dan menyerahkan sepenuhnya kepada otoritas setempat. Namun, Kemhan menekankan bahwa kasus ini adalah bukti nyata adanya jaringan internasional yang aktif menyokong kelompok separatis Papua. “Kemhan RI menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum Australia terkait kasus warga negara Australia yang diketahui memasok senjata ke OPM,” tegas pernyataan resmi tersebut. Sikap ini memperlihatkan komitmen Indonesia dalam menghormati hukum internasional sekaligus menjaga stabilitas keamanan nasional.

Di sisi pertahanan, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menyatakan bahwa TNI telah melakukan langkah antisipatif untuk mencegah masuknya senjata selundupan. Ia mengakui pengawasan menghadapi tantangan karena luasnya wilayah perairan dan udara Indonesia, namun menegaskan bahwa jalur-jalur rawan penyelundupan sedang terus dievaluasi. “Kami selalu menjaga agar tidak ada senjata selundupan masuk. Meski luas wilayah Indonesia menjadi tantangan, kami akan terus memperketat jalur darat, laut, dan udara,” ujar Maruli. Pernyataan ini memperkuat sinyal bahwa TNI aktif menutup celah suplai senjata bagi kelompok bersenjata di Papua.

Dukungan juga datang dari parlemen. Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menekankan bahwa diplomasi harus menjadi instrumen penting dalam kasus ini. Ia mendorong Kedutaan Besar RI di Canberra untuk terlibat aktif memastikan kedua warga Australia benar-benar diproses secara hukum. Menurutnya, transparansi hasil persidangan sangat diperlukan untuk meredam spekulasi dan sekaligus memperkuat kerja sama bilateral. “Kasus ini harus jadi momentum memperkuat pertukaran data intelijen dan kerjasama keamanan dengan Australia,” ujarnya.

Dengan adanya langkah tegas Kemhan, kesigapan TNI, serta dorongan diplomasi dari DPR, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa tidak akan ada toleransi terhadap suplai senjata bagi kelompok separatis. Kasus dua warga Australia ini membuka mata dunia bahwa ancaman terhadap Papua tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki jejaring lintas negara. Pemerintah memastikan akan terus bekerja sama dengan otoritas internasional, memperketat perbatasan, dan meningkatkan pengawasan agar setiap upaya melemahkan kedaulatan bangsa bisa digagalkan sejak dini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *